Wednesday, 12 May 2010

Pipa Bawah Laut

Perkembangan industri minyak dan gas di Indonesia sedang mengalami peningkatan yang baik. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya para investor yang bersedia untuk menanamkan modalnya pada industri minyak dan gas di Indonesia. Tentunya hal ini menjadi suatu kondisi yang menguntungkan dan menggembirakan, akan tetapi dampak yang harus diperhatikan adalah mengenai perkembangan teknologi yang menunjang proses produksi dan ketersediaan sarana transportasi dalam menyalurkan minyak dan gas ke kilang-kilang maupun unit pengolahan terdekat. Sekarang ini teknologi pipa lebih disukai sebagai media dalam menyalurkan hidrokarbon (minyak dan gas) dari satu tempat ke tempat lainnya.

Pipa merupakan suatu teknologi dalam mengalirkan fluida seperti minyak, gas atau air dalam jumlah besar dan jarak yang jauh melalui laut atau daerah di lepas pantai (Soegiono, 2007). Karena medan yang dilalui oleh saluran pipa sangat beragam, yakni mulai dari dalam laut, dataran rendah, lembah, dan di dalam tanah, maka dalam pengoperasiannya akan banyak ditemukan berbagai macam persoalan, baik persoalan kelelahan (fatigue), korosi (corrosion), maupun retak (crack). Dari ketiga jenis permasalahan yang biasa dialami pipa, maka keretakan menjadi persoalan yang sangat diperhatikan karena efek lanjutannya bisa mengakibatkan kebocoran dan ledakan. Banyak dari industri minyak di Indonesia mengalami masalah retak pada sebagian besar pipa yang telah terpasang, dan biaya untuk memperbaikinya sangat mahal. Sebagai contoh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) memerlukan US$ 75 juta untuk memperbaiki jaringan pipa transmisi jalur Gresik ke Singapura yang mengalami tekukan dan mengalami keretakan yang dikhawatirkan bisa mengganggu keamanan pasokan minyak dan gas (Ardian Wibisono, 2007). Mengingat begitu besarnya biaya dalam perbaikan pipa, maka dalam tahap perancangan perlu dilakukan analisa tegangan, analisa panjang bentang pipa, analisa stabilitas pipa bawah laut, analisa ekspansi, dan analisa takik.

Adanya keretakan membuat kekuatan pipa berkurang, penurunan kekuatan pipa sebanding dengan penambahan panjang retak sampai pipa tidak mampu lagi menahan beban yang diberikan fluida. Peluang terjadinya retak (crack) pada pipa yang terpasang di dalam laut sangat besar, hal ini disebabkan adanya beban gelombang (beban siklis) yang sebenarnya mempunyai energi yang kecil tapi frekuensi kejadiannya sangat banyak. Kondisi seperti ini lebih ditakutkan, karena dengan semakin banyaknya intensitas beban gelombang yang mengenai pipa walaupun dalam besaran energi yang kecil akan lebih memberikan dampak kelelahan (fatigue) pada pipa. Dan ketika suatu pipa telah mengalami kelelahan maka hampir dipastikan pipa tersebut akan mengalami keretakan (crack), karena material penyusun pipa sudah tidak mampu lagi menahan beban yang diberikan oleh fluida, terutama untuk fluida dengan tekanan tinggi.

No comments: